Minggu, 13 Juni 2021

PENYIMPANGAN DALAM TASAWUF

Antara Kebenaran Bersikap dan Kecurigaan
Ahad Karim, 13 Juni 2021

ومن المعلوم أن كلام العلماء من الفقهاء المتقدمين أهل العلم والعمل لا يتناقض، لأنهم أمناء الله على الحرام والحلال فيجب أن تحمل معاني عباراتهم الصريحة في وجوب منع الصوفية الذين يدعون المحبة من التواجد والشطح ونحو ذلك، كما وقفنا عليه في كتب الفقه مفصّلا على طائفة مخصوصين من المتصوفة الكاذبين لامن الصوفية الصادقين، انكشف أمرهم وتبيّن فسادهم على وجه اليقين في الخصوص والعموم إما بإقرارهم بألسنتهم علي أنفسهم بما يخالف الشريعة المطهرة، أو بالبيّنة الشريعة عند حاكم شرعيّ لا في مطلق الصوفية ممن يتبين فسادهم بأحد الوجهين المذكورين بل بمجرد الظن والتخمين، فإن الظن أكذب الحديث كما مرّ

Sudah bukan rahasia lagi bahwasannya statement ulama ahli fiqih periode awal yang notabene ahli ilmu yang mengamalkan ilmunya yang sesungguhnya tak ada kontradiksi (pertentangan pendapat). Mereka (ulama ahli fiqih periode diperiode awal) dipercaya oleh Allah dalam merawat hukum Allah yang termanifestasikan dalam ketetapan halal dan haram didalam ilmu fiqih.  Mereka melarang berinteraksi dengan para shufi. Larangan mereka ini ditujukan hanya terhadap shufi yang pembohong (shufi jahil) yang mengaku sebagai ahli mahabbah, merasa menemukan kebenaran hakiki dengan racauan mistis (ndlêming) palsu dan bukan kepada shufi sejati. Yang dimaksud shufi jahil adalah sebagaimana tampak dari caranya mengekspresikan keyakinan mereka yang merusak agama baik dari statemennya yang bertentangan dengan syari'at yang suci atau sikapnya yang mengharuskan mengikuti syariat dari seorang ahli hukum bukan atas dasar prinsip-prinsip shufi yang benar.

كبر مقتًا عند الله أن تقولوا ما لا تفعلون 

Termasuk kategori "Kerusakan yang parah" menurut Allah adalah kalian hanya mampu berkata-kata tanpa mengamalkannya (QS. As-Shaf:03).

Kesimpulan
1. Pada periode fiqih terdapat larangan mengikuti shufi imitasi (tiruan/ palsu).
2. Pada periode tersebut cukup mengikuti ulama fiqih yang notabene pengamal dan penjaga hukum Allah.
3. Atas kehati-hatian inilah, ulama saat ini enggan bertarekat karena kecurigaan yang berlebihan terhadap para shufi dalam wadah lembaga tarekat. (Ulama saat ini banyak yang mempertanyakan keilmuan guru-guru tarekat).
4. Anggapan seperti ini sesungguhnya tidak benar, karena sangat mungkin orang-orang yang mencegah bertarekat belum tercerahkan. 
5. Jika seseorang telah tercerahkan pastilah akan menemukan shufi sejati yang notabene ahli dalam ilmu Allah sehingga akan membimbingnya meraih posisi mulia disisi Allah.

Ulama fiqih pada periode fiqih sesungguhnya juga menguasai ilmu tasawuf (shufi sejati) sekaligus yang tercermin dalam perhatiannya terhadap panji-panji Allah. Maka benarlah yang diajarkan Syaikh Abdul Qadir dalam sebuah doa:

يا دليل المتحيرين دُلَّنِي على من يدلني إليك
"Ya Allah, Dzat Yang Maha Membimbing orang-orang yang belum menemukan kebenaran sejati, semoga Engkau membimbingku agar menemukan guru yang mampu membimbingku dalam meraih posisi mulia disampingMu."

Makna doa tersebut adalah:
1. Sangat mungkin kita salah menilai orang, maka hanya memohon petunjuk Allah lah solusi agar kita terbimbing meraih posisi mulia disisiNya.
2. Anjuran untuk istikharah memohon petunjuk langsung kepada Allah agar menemukan guru pembimbing (mursyid).
3. Jangan bertanya kepada manusia dalam hal ini.

Original post :
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=355844962632143&id=107571654126143

Tidak ada komentar:

Posting Komentar