Kamis, 15 Juli 2021

SIMBOL-SIMBOL KEPERKASAAN ILAHI


Memahami ungkapan wali dengan "ayat kursi"
Ahad Karim, 11 Juli 2021

Setelah Syaikj Abdul Ghani menjelaskan tentang "terpuji dan tercela" dari istilah-istilah/ mufradat dalam bidang akhlaq seperti "hasud", "riya'", "takabur" dan "ikhlas", beliau melanjutkan untuk menjelaskan hikmah Syaikh Mahmud Afandi (dalam matan kitab Tajalliyat) yang menyatakan: 

"يوم السبت في غرة أوائل جمادى الآخرة لسنة تسع وثمانين وتسعمائة من الهجرة"
"Semangat yang berkobar pada hari Sabtu di permualaan bulan Jumadil Akhir Tahun 987H".

Syaikh Abdul Ghani menangkap adanya anjuran untuk membaca ayat kursi setiap kali menakwili kalimat hikmah yang disampaikan oleh Syaikh Mahmud tersebut, namun pesan tersebut tersirat dalah kalimat hikmah tersebut.

وإن كانت التلاوة من الحق تعالى في حضرة شهود الكلام القديم فلا حاجة لهذا التقدير

Jikalau dibaca dengan peraspektif penyaksian kalam yang qadim maka tidak perlu Syaikh Abdul Ghani menjelaskan hal tersebut (terdapat pesan tersirat dalam i'brah atau ungkapan hikmah yang disampaikan oleh Syaikh Mahmud Afandi tentang spirit Hari Sabtu di permulaan Jumadil Akhir).

وآية الكرسي هي آية السموات والأرض...

"ayat kursi adalah Simbol keperkasaanNya dilangit dan bumi." Kursi Allah dapat bermakna Ilmu Allah atau simbol kekuasaan (ke Maha PerkasaanNya).  

Menurut Sidi Syaikh Mohammad Nizam Asshafa ayat tersebut merupakan ayat yang murni menjelaskan tauhid. Ini tersirat dari kalimat pertama yaitu ALLAH (الله) yang kemudian dijelaskan dengan HUWA (هو) adalah AL-HAYYU (الحي) AL-QAYYŪM (القيوم). Inilah yang mengilhami ulama bahwa asmaul husna yang paling mewakili untuk merepresentasikan kata "Allah" adalah asma Al-Hay dan Al-Qayyum (Maha Hidup dan Maha Berkuasa) menurut beliau.

Sebagai contoh kalimat yang disampaikan oleh Gus Dur: "GITU AJA KOK REPOT". Menurut Sidi Syaikh KH. Mohammad Nizam Asshafa dengan persektif penyaksian kalam ilahi, kalimat yang disampaikan tersebut harus ditinjau dengan metode ayat kursi yang membutuhkan ilmu khusus sehingga maknanya sangat luas dan dalam. Siapapun bebas menafsirkannya. Namun jika yang menjelaskan adalah ulama yang mampu menggunakan perspektif Syaikh Abdul Ghani (Perspektif wali Allah) maka kalimat yang disampaikan Gus Dur tersebut tidak seperti yang disampaikan oleh orang yang ikut-ikutan Gus Dur bukan oleh pengikut Gus Dur. Maka akan jelaslah mana pengikut Gus Dur (yang memahami GD) dan mana yang hanya ikut-ikutan.

Memahami dengan perspektif penyaksian ilahi inilah yang diistilahkan oleh ahli spiritual Jawa dengan ajaran "Suwung" yang hanya sedikit sekali yang mampu memahaminya dengan baik dan benar. Oleh karena itu jika ingin mengakses penjelasan istilah spiritual Jawa tersebut dengan benar tidak bisa tidak harus mengakses penjelasan dari Ahli yang telah menguasai perspektif tersebut yaitu Wali Yang Mursyid.

Sidi Syaikh juga merangkai penjelasan hal ini dengan bait dalam Syi'ir Tanpo Waton:
Al-Qur'an qadim wahyu minulya
Tanpa tinulis bisa diwaca

Hikmah (manfaat).
Ketika menjelaskan ungkapan wali sabda Nabi dan kalam Allah harus membaca ayat kursi agar nafsu (kepentingan-kepentingan yang tidak diridlai dan pengaruh syaithan) tidak turut ambil bagian sehingga dapat menangkap maknanya sesuai maksud wali yang mempunyai ungkapan tersebut yang menjadi refleksi kalam Allah.

Original post :
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=373734994176473&id=107571654126143

Tidak ada komentar:

Posting Komentar